Jumat, 25 Juni 2010

RSP ROTINSULU

PROFIL RS PARU Dr H.A.ROTINSULU BANDUNG

Rumah Sakit Paru Dr. H.A. Rotinsulu terletak di jalan Bukit Jarian no.40, termasuk dalam area jalan Ciumbuleuit, Kota Bandung, Jawa Barat. Rumah Sakit ini berdiri dan diresmikan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1935, kemudian merawat penderita penyakit paru-paru mulai kurun waktu tahun 1945-1955 sampai dengan sekarang.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia no. 190/MENKES/SK/II/2004 tanggal 26 Februari 2004 tentang organisasi dan tatakerja rumah sakit paru, RSP Dr. H.A. Rotinsulu mempunyai kedudukan sebagai unit pelaksana teknis di Lingkungan Departemen Kesehatan yang bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Pelayanan Medik. Kini, RSP berjalan sebagai rumah sakit pemerintah yang setara dengan Rumah sakit khusus tipe A.

Untuk meningkatkan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat, pada tanggal 26 Juni 2007 Rumah Sakit Paru Dr. H. A. Rotinsulu resmi ditetapkan menjadi rumah sakit yang menggunakan PPK-BLU. PPK-BLU memberi fleksibilitas dan dalam pengelolaan keuangan agar lebih efektif dan efisien dalam menunjang tugas dan fungsi rumah sakit.

Visi dan Misi RSP Dr. H. A. Rotinsulu :

· Visi : Menjadi RS Paru dengan pelayanan prima.

· Misi : Memberikan pelayanan prima dengan berorientasi pada kepuasan pelanggan, meningkatkan kualitas SDM yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan bermoral tinggi, meningkatkan sumber pendapatan dan melakukan efisiensi anggaran.
Motto : Paru Sehat Harapan Kami 

Rumah Sakit Paru Dr. H. A. Rotinsulu menyediakan tujuh unit Pelayanan,yaitu:

1.  Pelayanan Medis, terdiri dari:

a.Pelayanan Rawat Jalan, meliputi:Poli Umum, Poli TB Paru, Poli Asma/PPOK, Poli Paru, Poli Anak dan    Poli Eksekutif. Pada tahun 2009, pelayanan rawat jalan bertambah satu dengan dibukanya poli gigi.

b.Pelayanan Rawat Darurat 24 jam yang mengutamakan pelayanan kedaruratan paru.

c.Pelayanan Rawat Inap, diselenggarakan pada ruangan-ruangan perawatan menurut tingkatan kelas perawatan. Kapasitas tempat tidur yang tersedia di rawat inap sebanyak 100 tempat tidur.

2. Pelayanan Penunjang Medik, terdiri dari : Laboratorium, Radiologi, Rehabilitasi Medik, Farmasi, Bedah Sentral, dan CSSD.

3. Pelayanan Penunjang Non Medik, terdiri dari : Rekam Medik, Gizi, Laundry, Incenerator, IPAL dan Ambulance.

4. Pelayanan Keperawatan

5. Pelayanan Administrasi Umum,

6. Penyelenggaraan kependidikan, melalui seksi Pendidikan dan Pelatihan, RS Paru Dr. H. A. Rotinsulu menyelenggarakan pendidikan, penelitian dan pelatihan bekerjasama dengan institusi-institusi, antara lain: Fakultas Kedokteran Maranatha, Politeknik Kesehatan KESLING Bandung, Politeknik PIKSI GANESHA, Akademi Keperawatan Sumedang, Akademi Keperawatan AURI, Akademi Perekam Medis Kehatan Bandung.

7. Pelayanan Rujukan

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 250/MENKES/PER/III/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja RS Paru Dr. H. A. Rotinsulu Bandung Bab I Pasal 1, RS Paru Dr. H. A. Rotinsulu merupakan Pusat Rujukan Nasional di bidang kesehatan paru dengan pelayanan unggulan pengembangan pelayanan pemeriksaan biomolekuler penyakit paru. Sebagai pusat rujukan, rumah sakit menerima rujukan dari dokter, rumah sakit lain, Puskesmas, dan Balai Pengobatan.


Selasa, 22 Juni 2010

INFUS FLEBITIS/BENGKAK



Flebitis, apa penyebabnya dan bagaimana cara mengatasinya?

Secara sederhana flebitis berarti peradangan vena. Flebitis berat hampir selalu diikuti bekuan darah, atau trombus pada vena yang sakit. Kondisi demikian dikenal sebagai tromboflebitis. Dalam istilah yang lebih teknis lagi, flebitis mengacu ke temuan klinis adanya nyeri, nyeri tekan, bengkak, pengerasan, eritema, hangat dan terbanyak vena seperti tali. Semua ini diakibatkan peradangan, infeksi dan/atau trombosis.
Banyak faktor telah dianggap terlibat dalam patogenesis flebitis, antara lain:
(1) faktor-faktor kimia seperti obat atau cairan yang iritan;
(2) faktor-faktor mekanis seperti bahan, ukuran kateter, lokasi dan lama kanulasi; serta
(3) agen infeksius.
Faktor pasien yang dapat mempengaruhi angka flebitis mencakup, usia, jenis kelamin dan kondisi dasar (yakni. diabetes melitus, infeksi, luka bakar)
Suatu penyebab yang sering luput perhatian adalah adanya mikropartikel dalam larutan infus dan ini bisa dieliminasi dengan penggunaan filter
Flebitis masih merupakan masalah yang penting. Pada pasien diabetes dan penyakit infeksi, dibutuhkan lebih banyak perhatian.

Berapa sering flebitis yang disebabkan infus?Kekerapan flebitis akibat infus sangat bervariasi menurut peneliti, kondisi klinis dan karakteristika pasien.
35%
Pose-Reino dkk
Flebitis pada pasien penyakit dalam

18%
Nordenström J, Jeppsson B, Lovén, Larsson J.
83 pasien bedah yang mendapat PPN (nutrisi parenteral perifer). Semua larutan nutrisi diberikan selama 24 jam dari bag 3 liter dan lokasi infus dirotasi setiap hari.

26%
Nassaji-Zavareh M, Ghorbani.R.
300 pasien di bangsal penyakit dalam dan bedah

39%
Manuel Monreal dkk
766 pasien dengan pnemonia akut yang membutuhkan terapi intravena

35%
Joan Webster dkk.
755 pasien

Flebitis bisa disebabkan berbagai faktor sebagaimana disebutkan di atas

FLEBITIS KIMIA
1) pH dan osmolaritas cairan infus yang ekstrem selalu diikuti risiko flebitis tinggi. pH larutan dekstrosa berkisar antara 3 – 5, di mana keasaman diperlukan untuk mencegah karamelisasi dekstrosa selama proses sterilisasi autoklaf, jadi larutan yang mengandung glukosa, asam amino dan lipid yang digunakan dalam nutrisi parenteral bersifat lebih flebitogenik dibandingkan normal saline. Obat suntik yang bisa menyebabkan peradangan vena yang hebat, antara lain kalium klorida, vancomycin, amphotrecin B, cephalosporins, diazepam, midazolam dan banyak obat khemoterapi. Larutan infus dengan osmolaritas > 900 mOsm/L harus diberikan melalui vena sentral.
2) Mikropartikel yang terbentuk bila partikel obat tidak larut sempurna selama pencampuran juga merupakan faktor kontribusi terhadap flebitis. Jadi , kalau diberikan obat intravena masalah bisa diatasi dengan penggunaan filter 1 sampai 5 µm
3) Penempatan kanula pada vena proksimal (kubiti atau lengan bawah) sangat dianjurkan untuk larutan infus dengan osmolaritas > 500 mOsm/L. Hindarkan vena pada punggung tangan jika mungkin, terutama pada pasien usia lanjut



Jangan gunakan vena punggung tangan bila anda memberikan : Asam Amino + glukosa; Glukosa + elektrolit; D5 atau NS yang telah dicampur dengan obat suntik atau Meylon dan lain-lain.

4) Kateter yang terbuat dari silikon dan poliuretan kurang bersifat iritasi dibanding politetrafluoroetilen (teflon) karena permukaan lebih halus, lebih thermoplastik dan lentur. Risiko tertinggi untuk flebitis dimiliki kateter yang terbuat dari polivinil klorida atau polietilen.
5) Dulu dianggap pemberian infus lambat kurang menyebabkan iritasi daripada pemberian cepat.

FLEBITIS MEKANIS
Flebitis mekanis dikaitkan dengan penempatan kanula. Kanula yang dimasukkan pada daerah lekukan sering menghasilkan flebitis mekanis. Ukuran kanula harus dipilih sesuai dengan ukuran vena dan difiksasi dengan baik.

FLEBITIS BAKTERIAL
Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap flebitis bakteri meliputi:
1) Teknik pencucian tangan yang buruk
2) Kegagalan memeriksa peralatan yang rusak. Pembungkus yang bocor atau robek mengundang bakteri.
3) Teknik aseptik tidak baik
4) Teknik pemasangan kanula yang buruk
5) Kanula dipasang terlalu lama
6) Tempat suntik jarang diinspeksi visual


Bagaimana mendeteksi dan menilai adanya flebitis selama pemasangan infus?Skor visual untuk flebitis telah dikembangkan oleh Andrew Jackson (8) sebagai berikut:


Bagaimana mencegah dan mengatasi flebitis?Di samping pedoman sederhana di atas, bisa dipertimbangkan strategi berikut
1) Mencegah flebitis bakterialUraian rinci mengenai pedoman pencegahan infeksi kateter bisa diunduh dari situs www.pediatrics.org. Pedoman ini menekankan kebersihan tangan, teknik aseptik, perawatan daerah infus serta antisepsis kulit. Walaupun lebih disukai sediaan chlorhexidine-2%, tinctura yodium , iodofor atau alkohol 70% juga bisa digunakan.
2) Selalu waspada dan jangan meremehkan teknik aseptik. Stopcock sekalipun (yang digunakan untuk penyuntikan obat atau pemberian infus IV, dan pengambilan sampel darah) merupakan jalan masuk kuman yang potensial ke dalam tubuh. Pencemaran stopcock lazim dijumpai dan terjadi kira-kira 45 – 50% dalam serangkaian besar kajian.
3) Rotasi kanulaMay dkk(2005) melaporkan hasil 4 teknik pemberian PPN, di mana mengganti tempat (rotasi) kanula ke lengan kontralateral setiap hari pada 15 pasien menyebabkan bebas flebitis. Namun, dalam uji kontrol acak yang dipublikasi baru-baru ini oleh Webster dkk disimpulkan bahwa kateter bisa dibiarkan aman di tempatnya lebih dari 72 jam JIKA tidak ada kontraindikasi. The Centers for Disease Control and Prevention menganjurkan penggantian kateter setiap 72-96 jam untuk membatasi potensi infeksi, namun rekomendasi ini tidak didasarkan atas bukti yang cukup
4) Aseptic dressingDianjurkan aseptic dressing untuk mencegah flebitis. Kasa setril diganti setiap 24 jam
5) Laju pemberianPara ahli umumnya sepakat bahwa makin lambat infus larutan hipertonik diberikan makin rendah risiko flebitis. Namun, ada paradigma berbeda untuk pemberian infus obat injeksi dengan osmolaritas tinggi. Osmolaritas boleh mencapai 1000 mOsm/L jika durasi hanya beberapa jam. Durasi sebaiknya kurang dari tiga jam untuk mengurangi waktu kontak campuran yang iritatif dengan dinding vena. Ini membutuhkan kecepatan pemberian tinggi (150 – 330 mL/jam). Vena perifer yang paling besar dan kateter yang sekecil dan sependek mungkin dianjurkan untuk mencapai laju infus yang diinginkan, dengan filter 0.45mm. Kanula harus diangkat bila terlihat tanda dini nyeri atau kemerahan. Infus relatif cepat ini lebih relevan dalam pemberian infus jaga sebagai jalan masuk obat, bukan terapi cairan maintenance atau nutrisi parenteral.
6) Titrable acidityTitratable acidity dari suatu larutan infus tidak pernah dipertimbangkan dalam kejadian flebitis. Titratable acidity mengukur jumlah alkali yang dibutuhkan untuk menetralkan pH larutan infus. Potensi flebitis dari larutan infus tidak bisa ditaksir hanya berdasarkan pH atau titrable acidity sendiri. Bahkan pada pH 4.0, larutan glukosa 10% jarang menyebabkan perubahan karena titrable acidity nya sangat rendah (0.16 mEq/L). (13) Dengan demikian makin rendah titrable acidity larutan infus makin rendah risiko flebitisnya.
7) Heparin & hidrokortisonHeparin sodium, bila ditambahkan ke cairan infus sampai kadar akhir 1 unit/mL, mengurangi masalah dan menambah waktu pasang kateter (14,15). Risiko flebitis yang berhubungan dengan pemberian cairan tertentu (misal, kalium klorida, lidocaine, dan antimikrobial) juga dapat dikurangi dengan pemberian aditif IV tertentu, seperti hidrokortison. Pada uji klinis dengan pasien penyakit koroner, hidrokortison secara bermakna mengurangi kekerapan flebitis pada vena yg diinfus lidokain, kalium klorida atau antimikrobial (16). Pada dua uji acak lain, heparin sendiri atau dikombinasi dengan hidrokortison telah mengurangi kekerapan flebitis, tetapi penggunaan heparin pada larutan yang mengandung lipid dapat disertai dengan pembentukan endapan kalsium.
8) In-line filter In-line filter dapat mengurangi kekerapan flebitis tetapi tidak ada data yang mendukung efektivitasnya dalam mencegah infeksi yang terkait dengan alat intravaskular dan sistem infus (16).

KESIMPULANFlebitis masih merupakan masalah lazim dalam terapi cairan, ketika kita memberikan obat intravena, terapi cairan rumatan serta nutrisi parenteral. Berbagai faktor terkait dan faktor-faktor predisposisi meliputi usia lanjut, trauma, ukuran kateter besar, diabetes, infeksi, hiperosmolaritas, pH, teknik aseptik yang jelek dll. Klinisi harus memikirkan sebab-sebab multifaktor ini dan melakukan pemantauan ketat untuk mencegah dan mengatasi komplikasi serius.

Senin, 21 September 2009

INSTALASI RAWAT DARURAT RS PARU Dr.H.A ROTINSULU BANDUNG

INSTALASI RAWAT DARURAT RS PARU Dr.H.A ROTINSULU BANDUNG
Uraian Tugas di Instalasi Rawat Darurat :

 Menyiapkan fasilitas dan lingkungan IGD untuk melancarkan pelayanan dan memudahkan
pasien dalam menerima pelayanan
 Menerima pasien baru sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku
 Memelihara peralatan perawatan/media agar selalu dalam keadaan siap pakai
 Melaksanakan program orientasi kepada pasien tentang IRD dan lingkunganya, peraturan atau tata tertib yang berlaku, fasilitas yang ada dan cara penggunaanya
 Menciptakan hubungan kerja sama yang baik dengan pasien dan keluarganya maupun sesama petugas
 Mengkaji kebutuhan dan masalah pasien sesuai dengan batas kemampuannya
 Mengatasi masalah pasien sesuai dengan kebutuhan utama berdasarkan prinsip PPGD
 Menyiapkan fasilitas transportasi dan transfer pasien secara aman dan nyaman

STRUKTUR ORGANISASI INSTALASI RAWAT DARURAT RS. PARU. Dr. H. A. ROTINSULU BANDUNGTAHUN 2009
KEPALA IRD


PENANGGUNGJAWAB IRD


WAKIL PENANGGUNGJAWAB IRD


PELAKSANA PELAKSANA PELAKSANA PELAKSANA




RINCIAN PELAYANAN INSTALASI RAWAT DARURAT
RS. PARU Dr. H. A ROTINSULU

PELAYANAN TINDAKAN MEDIK THERAPI IRD

Pasang InfusInjeksi,Pasang Chateter,Pasang NGT, Pengambilan Darah Arteri, Intubasi Endotracheal, Pasang WSD, Proef Pungsi, Pungsi Pleura, Biopsi, Oxygenasi, Pemakaian Ventilator, Pemakaian Bed side Monitor, Jahit Luka, Hecting On Ganti Verban, Syirnge Pump, Infus Pump, Oxymetri, Tindakan Bedah Sederhana, Tindakan Kecil, Tindakan sedang, Resusitasi ( RJP ), Perawat Pendamping Dlm Kota, Perawat Pendamping Luar Kota,Observasi Lebih Dari 2 Jam,Nebulidzer

PELAYANAN IDAGNOSTIK IRD : EKG, RADIOLOGI, LABORATORIUM


FOTO GEDUNG IRD RS PARU Dr.H.A ROTINSULU


Bangunan IRD tampak depan



Pintu Masuk IRD



Ruangan pelayanan pasien IRD


Ruang Tunggu





Pelayanan Pasien

Jumat, 21 Agustus 2009

CREW IRD RS PARU Dr H.A.. ROTINSULU




Tim IRD RS Paru Dr.H.A. Rotinsulu terdiri dari :
Tim Dokter
1. dr.Agus Syamsul Maarif
2. dr.Irmawanty
3. dr.Qomariah L.Marasabessy
4. dr.Sri Dyah Panji
5. dr.Siti Nurun Nikmah
6. dr.Yudi Nugraha
7. dr.Riri Handayani
8. dr.Mira A

Tim perawat :
1. Siti Yuyun Hermini
2. Ujang Saepuloh
3. HILMAN
4. Agus Suherman
5. Saelusmana
6. Ahmad Gunawan



Maaf ada foto yang belum di posting ......................

Rabu, 19 Agustus 2009

SEKILAS TENTANG RS PARU Dr.H.A ROTINSULU


RUMAH SAKIT RARU Dr.H.A.ROTINSULU



Lokasi Rumah Sakit Paru Dr. H.A. Rotinsulu berada di Jl. Bukit Jarian No. 40 Bandung 40141 - Jawa Barat,Telp. 022 2034446 Fax. 022 2031427

Direktur RS : Dr. Edi Sampurno, Sp.P, MM (Direktur)
Dr. Tammy Juwono Siarif (Wadir. yanmed & Keperawatan)
Dra. Tanti Ferianti, Apt, MM (Wadir Umum & Keuangan)
Diresmikan : 1935
Kepemilikan : Depkes RI
Jumlah TT : 100 tt
Tipe RS : A
SDM :

* Tenaga Medis
o Dokter Umum
o Dokter Spesialis Paru,Spesialis bedah Thorax,Spesialis anak
o Dokter Gigi
* Perawat
* Paramedis non perawat
* Non Medis

+++ Fasilitas RS +++

PELAYANAN MEDIS:

1. Medical Check Up
2. Asma Center

PELAYANAN PENUNJANG:

* Laboratorium Patologi Klinik
* Laboratorium Patologi Anatomi
* Laboratorium Biomulukuler
* Radiologi
* Tindakan Medik Terapi
* Rehabilitasi Medik
* Farmasi
* Konsultasi Gizi
* X-Ray Car
* Bronchoscopy
* Spirometri
* Thoracospy

FASILITAS :

* UGD 24 Jam
* Rawat Inap
* Rawat Jalan
* Kamar Bedah
* ICU
* Ruang Isolasi


Motto : Paru sehat harapan kami

Visi : Menjadi Rumah Sakit paru dengan pelayanan prima

Misi :
1. Memberikan pelayanan prima dengan berorientasi kepada pelanggan
2. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan,keterampilan dan bermoral tinggi
3. Meningkatkan sumber pendapatan dan melakukan efisiensi anggaran

Empat masalah keperawatan pada pasien HEMOPTISIS



Berikut ini saya paparkan masalah yang sering ditemukan pada saat pasien batuk darah dan penanganannya yaitu
1. Resiko terjadinya aspirasi sehubungan dengan penurunan kesadaran atau penumpukan darah. cara agar masalah itu tidak muncul yaitu :
a. Kaji frekuensi,volume daraah saat terjadi batuk darah
b. mengkaji penggunaan gigi palsu
c. Mengatur posisi tidur pasien miring kearah yang sakit dengan posisi kepala lebih rendah dari dada ( tredelenburg ), lakukan postural drainage bila terdengar ronchi atau henti napas, bila perlu lakukan perkusi harus hati-hati, lakukan suctioning.
c. Memonitor tingkat kesadaran dan bunyi napas selama batuk
d. Melakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian koagulan.
e. Memberikan dukungan kepada pasien agar tenang dan tidak geisah/panik
f. Memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang teknik pencegahan aspirasi
g. Menghindari pemberian makan/minum saat terjadi batuk darah

2. Gangguan jalan napas sehubungan dengan penumpukan darah/sputum pada jalan napas
Tindakan keperawatan :
a. Buka jalan napas/air way management bila terjadi penurunan kesadaran lakukan suction
b. Mengajarkan pasien tekhnik batuk efektif dan napas dalam
Mengatur posisi tidur pasien tidak overekstensi atau overflexi
c. Mengatur posisi tidur semifowler, atau hindari jatuhnya lidah menutup jalan napas maksimal 2 jam sekali
d. Kolaborasi dalam pemberian therapi oksigen

3. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan penurunan HB dan Cardiac Output
Tindakan Keperawatan :
a. Monitor HB, Tanda-tanda terjadinya anemia atau shock
b. Lakukan kolaborasi untuk pemberian tranfusi darah dan monitor reaksi alergi
d. Monitor tanda vital, lakukan observasi ketat jika terjadi perdarahan masif
e. Monitor warna kulit, kehangatan dan snsitifitasnya
f. Tinggikan posisi tidur
g. Kurangi aktivitas pasien / bedrest

4. Resiko terjadinya pengulangan batuk darah
a. Ajarkan pada pasien tentang teknik batuk efektif,
b. Kolaborasi dalam pemberian koagulan
c. Berikan makanan diit TKTP
d. Berikan dukungan spiritual
sumber : Standar ASKEP RS Paru dr.H.A Rotinsulu 2004

Minggu, 16 Agustus 2009

BELAJAR BACA FOTO THORAX

Teman-teman mungkin sudah banyak yang tahu kalo membaca foto thorax yang memberikan beberapa warna putih. Tapi untuk foto thorax yang memberikan warna hitam sepertinya agak sulit di analisa, karena memang dasarnya gambaran paru-paru itu memang hitam (lucent). Nah mari kita mulai belajarnya...

Gambaran Hitam Pada Paru-Paru
Gambaran Hitam pada paru-paru bisa disebabkan beberapa diagnosa berikut yaitu :
1. Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD)
2. Pneumothorax
3. Tension Pneumothorax
4. Pulmonary Embolus
Untuk lebih jelasnya bagaimana bentuk gambaran hitam pada paru-paru dari masing-masing diagnosa diatas, mari kita lihat satu persatu.

1. Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD)



Ini adalah Foto Thorax dengan pasien COPD. Kedua lapangan paru terlihat lebih hitam dan lebih besar secara volume dibandingkan dengan gambaran normal. Hemidiafragma terlihat rata dan pada bagian tengah dan terdapat bullae di bagian tengah paru. Lebih sedikit pembuluh darah yang terlihat secara peripheral terutama di bagian atas dan tengah, tetapi arteri pulmonari terlihat besar di pertengahan, menandakan adanya perkembangan hipertensi arterial pulmonari lanjutan.

Jika kita mau menentukan penyebab adanya bayangan hitam pada kedua lapangan paru, maka yang perlu kita perhatikan adalah :

Perhatikan masalah daya tembus. Lihat pada corpus vertebrae yang berada di belakang jantung. Ingat bahwa sinar-x yang daya tembusnya besar akan memberikan gambaran corpus vertebrae lebih keras di belakang bayangan jantung. Jika corpus vertebrae tersebut terlihat sangat jelas, maka ini berarti daya tembus sinar-x terlalu tinggi. Hal ini akan menyebabkan gambaran paru terlihat hitam. Jika ini terjadi maka COPD tidak bisa dinilai karena penyebab gambaran paru terlihat hitam bukan karena penyakit tetapi karena over expose.

Namun jika kita merasa bahwa faktor eksposi yang kita gunakan sudah tepat, maka penyebab gambaran hitam pada kedua lapangan paru kebanyakan adalah karena COPD. COPD ditandai dengan pembesaran paru-paru yang disebabkan karena adanya udara yang terjebak dan berkembangnya bullae (bullae adalah istilah medis untuk gelembung yang dilapisi oleh kulit dan didalamnya terpat udara atau cairan). Untuk memastikan bahwa ini COPD maka harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Hitung jumlah costae yang telihat secara anterior. Jika paru-paru membesar, maka kita dapat menghitung costae lebih dari tujuh. Hati-hati dalam perhitungan ini, sebab kadang-kadang pada pasien normal, kita juga dapat menghitung costae lebih dari tujuh.

2. Lihat bentuk diafragma. Pada kasus COPD diafragma terlihat flat bahkan kadang-kadang membuka ke atas. Hal ini lebih memudahkan dalam penandaan adanya hiper ekspansi daripada menghitung jumlah costae.

3. Lihat bentuk dari jantung. Thorax yang mengalami pelebaran pada kasus COPD akan membuat sinar-x menjadikan jantung menjadi elongasi dan terlihat mengecil, terangkat dari batas bawahnya.

4. Lihat Bullae. Terdapat daerah hitam yang jelas pada paru-paru biasanya terlihat melingkar, dikelilingi oleh bayangan garis rambut. Bullae menekan paru-paru normal dan menyimpangkan pembuluh-pembuluh darah yang berada disekeliling paru-paru jadi untuk melihat bullae ini cari daerah yang terdapat penyimpangan pembuluh darah, biasanya di situ terdapat bullae.

5. Lihat tanda-tanda paru. Paru-paru yang hitam karena COPD biasanya diiringi oleh menurunnya tanda-tanda paru. Penurunan tanda-tanda paru ini terjadi pada kedua lapangan paru (bilateral) dan menyebar secara lurus mulai dari hilum yang menjadi pendek dan tebal hingga ke peripheral.

2. Pneumothorax



Pasien di atas mengalami pneumothorax pada sisi sebelah kiri dengan kolaps sebagian pada paru kiri. Lapangan paru luar terlihat hitam. Dapat kita lihat ujung paru yang berwarna hitam (tanda panah).

Penyebab Pneumothorax :
- Spontanitas (tiba-tiba saja terjadi)
- Latrogenic/Trauma misalnya benturan pada pleura, biopsi pada transbronchialis, pemasukan garis vena pusat, ventilasi mekanis.
- Penyakit paru obstruktif misalnya asma, COPD
- Infeksi misalnya pneumonia, tuberculosis
- Cystic fibrosis
- Connective tissue disorders misalnya Marfan’s , Ehler-Danlas

Jika kita melihat adanya gambaran hitam pada paru yang unilateral (hanya pada satu sisi paru saja) maka yang perlu kita perhatikan adalah :

1. Perhatikan kualitas film. Film yang memilki basic fog tidak merata akan menyebabkan film terlihat hitam sebagian.

2. Tentukan sisi mana yang mengalami kelainan. Hal ini biasanya mudah ditentukan dimana sisi yang mengalami pengurangan tanda-tanda paru merupakan sisi yang mengalami kelainan.

Sekarang kita harus menentukan penyebab kehitaman terjadi. Tanda-tanda paru sebenarnya merupakan pembuluh darah dan tidak adanya tanda-tanda paru menyebabkan paru-paru terlihat hitam. Gambaran pembuluh darah akan hilang jika paru ditutupi oleh udara yang akan terjadi bersamaan dengan pneumothorax, bullous atau cystis lung disease (penyakit paru cystis) atau jika pembuluh darah kekurangan darah sebagaimana terjadi pada emboli pulmonari. Lalu untuk membedakan antara pneumothrax, bullous/cyst dan emboli pulmonari, maka harus diperhatikan :

1. Lihat ujung paru. Pada pneumothorax kita dapat melihat ujung dari paru terlihat tidak normal. Perhatikan lebih seksama bagian atas, dimana udara akan terakumulasi pertama kali. Mata kita terlatih untuk melihat garis horisontal lebih baik dibandingkan dengan melihat garis vertikal sehingga kadang-kadang lebih mudah mendeteksi ujung paru apabila foto thorax tersebut diputar sehingga ujung paru berada di atas dan dibawah bukan di kanan dan di kiri.

2. Lihat Mediastinum. Mediastinum yang tampak, bergeser dari paru yang berwarna hitam, menandakan berkembangnya tension pneumothorax. Ini merupakan emergensi medis dan kita harus dengan segera memeriksa kembali pasien tersebut.

3. Lihat sisa paru yang ada. Bullous disease tampak berkurang jika sisa paru yang ada tampak normal.

4. Perbedaan antara pneumothorax dan bullae bisa sangat sulit dan seringkali tidak mungkin. Lihat lagi dengan seksama tanda-tanda paru. Jika kita melihat tanda-tanda paru tadi menyilang di atas daerah paru yang berwarna hitam, maka kemungkinan kita sedang melihat bullae. Jika kita melihat tanda-tanda paru mulai dari peripheral sampai daerah paru yang berawarna hitam, maka itu juga kemungkinannya adalah bullae.

5. Minta pasien untuk melakukan ekspirasi saat foto thorax diambil. Pada umumnya Thorax akan terlihat lebih kecil saat ekspirasi, namun pada pneumothorax, thorax terlihat lebih besar saat ekspirasi.

3. Tension Pneumothorax





Pasangan foto thorax diatas menunjukkan adanya potensi kondisi yang fatal dari tension pneumothorax (pneumothorax yang disebabkan karena adanya penekanan). Pada Foto Inspirasi, paru kanan semuanya kolaps, tetapi mediastinum berada ditengah. Pada Foto Ekspirasi, udara terjebak di hemithorax kanan di bawah tekanan positif, jantung dan paru kiri tertekan ke arah kiri. Vena balik jantung mengalami obstruksi dengan potensi hasil yang fatal jika cavum pleura tidak segera dikeringkan.

Jika kita mencurigai adanya pneumothorax sebagai penyebab gambaran hitam pada lapangan paru, kita harus memperhatikan dengan baik apakah gambaran hitam tersebut berada dibawah tekanan sebagaimana halnya emergensi medis. Jika memungkinkan lihat pd film ekspirasi dan :

1. Lihat ukuran kehitaman paru. Pada tension pneumothorax paru-paru yang berwarna hitam biasanya sangat besar.

2. Lihat posisi mediastinum. Pada tension pneumothorax mediastinum akan bergeser dari paru yang mengalami tension pneumothorax.

3. Lihat bentuk mediastinum. Lihat pada ujung dari paru yang berwarna hitam. Jika dia cekung ke arah yang berwarna hitam, maka dicurigai adanya tension pneumothorax.

4. Selalu ingat pada pasien. Tension Pneumothorax bisa berkembang kapan saja dan jika pasien tiba-tiba mengalami stres, maka gambaran tension pneumothorax bisa hilang saat diambil foto thorax pada kondisi stres ini, padahal pasiennya masih memiliki tension pneumothorax.

4. Pulmonary Embolus (PE)



Foto thorax di atas diambil dari pasien yang mengalami pembesaran pulmonary embolus akut. Perhatikan dengan baik pada daerah kanan atas. Mendadak muncul fissura horisontal dimana daerah tersebut terlihat lebih hitam dibandingkan dengan bagian kiri pada tinggi yang sama (tanda panah). Ini merupakan Westermark’s sign dari perfusi yang berkurang pada daerah paru yang mengindikasikan bahwa arteri pada daerah ini mengandung gumpalan besar. Perhatikan juga daerah konsolidasi dibawah fissura horisontal, merupakan titik kecil dari infarksi.

Ingatlah untuk selalu memeriksa kualitas film yang digunakan. Hal ini menjadi penting sebab perubahan densitas yang diakibatkan oleh pulmonary emboli sulit dibedakan dengan perubahan densitas yang diakibatkan tidak sempurnanya pengambilan foto. Jika kita mencurigai adanya PE sebagai penyebab kehitaman pada paru-paru, maka kita harus :

1. Periksa tanda-tanda yang dihasilkan oleh COPD maupun pneumothorax. Kita harus memisahkan kehitaman yang dihasilkan karena kedua diagnosa tadi.

2. Tentukan apakah daerah paru yang mengalami penghitaman itu melingkar dan tidak tersebar luas. Embolus di dalam arteri pulmonalis hanya akan memberikan efek pada bagian-bagian yang disuplai oleh arteri dan tidak menyebabkan hal lainnya. Sangat mungkin jika terjadi emboli pada daerah yang sangat luas, akan terjadi gambaran hitam pada keseluruhan lapangan paru, namun jika hal ini terjadi lupakan pemeriksaan sinar-x, karena dalam keadaan seperti ini, pasien berada pada posisi yang sangat berbahaya, dekat dengan kematian.

3. Lihat sisa dari paru. Perfusi yang rendah (under perfusion) pada daerah yang mengalami pulmonary emboli akan menyebabkan perfusi yang tinggi (over perfusion) pada bagian paru yang lain dan akan meningkatkan densitas pada bayangan vascular. Akan sangat membantu jika dibandingkan dengan foto sebelumnya yang pernah dibuat.

4. Perhatikan arteri pulmonari dan bayangan jantung. Sebuah pulmonary emboli akut akan menyebabkan dilatasi pada arteri pulmonari terutama pada ventrikel dan atrium kanan. Arteri pulmonari akan bertambah besar dan bisa menyebabkan pembesaran juga pada bayangan jantung.

5. PE merupakan hal yang jarang yang menyebabkan paru-paru berwarna hitam dan biasanya diikuti dengan perubahan pada infarksi yang akan dijelaskan lebih lanjut, atau bisa juga tidakmenyebabkan perubahan apapun. Maka, kecuali pasiennnya berada pada kondisi yang tidak baik, pikirkan kembali mengenai penyebab lain mengapa paru-paru berwarna hitam karena penyebab lain tersebut jauh lebih mungkin sebagai penyebab paru-paru berwarna hitam.

Perubahan Infarksi
Meskipun PE menyebabkan paru-paru berwarna hitam biasanya kita akan melihat bahwa PE menyebabkan perubahan infarksi, mengarahkan kita pada hemoragic atau nekrosis paru. Ini akan menyebabkan perubahan pada foto sebagai berikut :
- Hemidiafragma yang meningkat
- Kolaps dan linier alectasis
- Effusi Pleura
- Bayangan yang bertingkat


Diposkan dari blog Nova Rahman :nova_rahman@yahoo.com