Selasa, 22 Juni 2010

INFUS FLEBITIS/BENGKAK



Flebitis, apa penyebabnya dan bagaimana cara mengatasinya?

Secara sederhana flebitis berarti peradangan vena. Flebitis berat hampir selalu diikuti bekuan darah, atau trombus pada vena yang sakit. Kondisi demikian dikenal sebagai tromboflebitis. Dalam istilah yang lebih teknis lagi, flebitis mengacu ke temuan klinis adanya nyeri, nyeri tekan, bengkak, pengerasan, eritema, hangat dan terbanyak vena seperti tali. Semua ini diakibatkan peradangan, infeksi dan/atau trombosis.
Banyak faktor telah dianggap terlibat dalam patogenesis flebitis, antara lain:
(1) faktor-faktor kimia seperti obat atau cairan yang iritan;
(2) faktor-faktor mekanis seperti bahan, ukuran kateter, lokasi dan lama kanulasi; serta
(3) agen infeksius.
Faktor pasien yang dapat mempengaruhi angka flebitis mencakup, usia, jenis kelamin dan kondisi dasar (yakni. diabetes melitus, infeksi, luka bakar)
Suatu penyebab yang sering luput perhatian adalah adanya mikropartikel dalam larutan infus dan ini bisa dieliminasi dengan penggunaan filter
Flebitis masih merupakan masalah yang penting. Pada pasien diabetes dan penyakit infeksi, dibutuhkan lebih banyak perhatian.

Berapa sering flebitis yang disebabkan infus?Kekerapan flebitis akibat infus sangat bervariasi menurut peneliti, kondisi klinis dan karakteristika pasien.
35%
Pose-Reino dkk
Flebitis pada pasien penyakit dalam

18%
Nordenström J, Jeppsson B, Lovén, Larsson J.
83 pasien bedah yang mendapat PPN (nutrisi parenteral perifer). Semua larutan nutrisi diberikan selama 24 jam dari bag 3 liter dan lokasi infus dirotasi setiap hari.

26%
Nassaji-Zavareh M, Ghorbani.R.
300 pasien di bangsal penyakit dalam dan bedah

39%
Manuel Monreal dkk
766 pasien dengan pnemonia akut yang membutuhkan terapi intravena

35%
Joan Webster dkk.
755 pasien

Flebitis bisa disebabkan berbagai faktor sebagaimana disebutkan di atas

FLEBITIS KIMIA
1) pH dan osmolaritas cairan infus yang ekstrem selalu diikuti risiko flebitis tinggi. pH larutan dekstrosa berkisar antara 3 – 5, di mana keasaman diperlukan untuk mencegah karamelisasi dekstrosa selama proses sterilisasi autoklaf, jadi larutan yang mengandung glukosa, asam amino dan lipid yang digunakan dalam nutrisi parenteral bersifat lebih flebitogenik dibandingkan normal saline. Obat suntik yang bisa menyebabkan peradangan vena yang hebat, antara lain kalium klorida, vancomycin, amphotrecin B, cephalosporins, diazepam, midazolam dan banyak obat khemoterapi. Larutan infus dengan osmolaritas > 900 mOsm/L harus diberikan melalui vena sentral.
2) Mikropartikel yang terbentuk bila partikel obat tidak larut sempurna selama pencampuran juga merupakan faktor kontribusi terhadap flebitis. Jadi , kalau diberikan obat intravena masalah bisa diatasi dengan penggunaan filter 1 sampai 5 µm
3) Penempatan kanula pada vena proksimal (kubiti atau lengan bawah) sangat dianjurkan untuk larutan infus dengan osmolaritas > 500 mOsm/L. Hindarkan vena pada punggung tangan jika mungkin, terutama pada pasien usia lanjut



Jangan gunakan vena punggung tangan bila anda memberikan : Asam Amino + glukosa; Glukosa + elektrolit; D5 atau NS yang telah dicampur dengan obat suntik atau Meylon dan lain-lain.

4) Kateter yang terbuat dari silikon dan poliuretan kurang bersifat iritasi dibanding politetrafluoroetilen (teflon) karena permukaan lebih halus, lebih thermoplastik dan lentur. Risiko tertinggi untuk flebitis dimiliki kateter yang terbuat dari polivinil klorida atau polietilen.
5) Dulu dianggap pemberian infus lambat kurang menyebabkan iritasi daripada pemberian cepat.

FLEBITIS MEKANIS
Flebitis mekanis dikaitkan dengan penempatan kanula. Kanula yang dimasukkan pada daerah lekukan sering menghasilkan flebitis mekanis. Ukuran kanula harus dipilih sesuai dengan ukuran vena dan difiksasi dengan baik.

FLEBITIS BAKTERIAL
Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap flebitis bakteri meliputi:
1) Teknik pencucian tangan yang buruk
2) Kegagalan memeriksa peralatan yang rusak. Pembungkus yang bocor atau robek mengundang bakteri.
3) Teknik aseptik tidak baik
4) Teknik pemasangan kanula yang buruk
5) Kanula dipasang terlalu lama
6) Tempat suntik jarang diinspeksi visual


Bagaimana mendeteksi dan menilai adanya flebitis selama pemasangan infus?Skor visual untuk flebitis telah dikembangkan oleh Andrew Jackson (8) sebagai berikut:


Bagaimana mencegah dan mengatasi flebitis?Di samping pedoman sederhana di atas, bisa dipertimbangkan strategi berikut
1) Mencegah flebitis bakterialUraian rinci mengenai pedoman pencegahan infeksi kateter bisa diunduh dari situs www.pediatrics.org. Pedoman ini menekankan kebersihan tangan, teknik aseptik, perawatan daerah infus serta antisepsis kulit. Walaupun lebih disukai sediaan chlorhexidine-2%, tinctura yodium , iodofor atau alkohol 70% juga bisa digunakan.
2) Selalu waspada dan jangan meremehkan teknik aseptik. Stopcock sekalipun (yang digunakan untuk penyuntikan obat atau pemberian infus IV, dan pengambilan sampel darah) merupakan jalan masuk kuman yang potensial ke dalam tubuh. Pencemaran stopcock lazim dijumpai dan terjadi kira-kira 45 – 50% dalam serangkaian besar kajian.
3) Rotasi kanulaMay dkk(2005) melaporkan hasil 4 teknik pemberian PPN, di mana mengganti tempat (rotasi) kanula ke lengan kontralateral setiap hari pada 15 pasien menyebabkan bebas flebitis. Namun, dalam uji kontrol acak yang dipublikasi baru-baru ini oleh Webster dkk disimpulkan bahwa kateter bisa dibiarkan aman di tempatnya lebih dari 72 jam JIKA tidak ada kontraindikasi. The Centers for Disease Control and Prevention menganjurkan penggantian kateter setiap 72-96 jam untuk membatasi potensi infeksi, namun rekomendasi ini tidak didasarkan atas bukti yang cukup
4) Aseptic dressingDianjurkan aseptic dressing untuk mencegah flebitis. Kasa setril diganti setiap 24 jam
5) Laju pemberianPara ahli umumnya sepakat bahwa makin lambat infus larutan hipertonik diberikan makin rendah risiko flebitis. Namun, ada paradigma berbeda untuk pemberian infus obat injeksi dengan osmolaritas tinggi. Osmolaritas boleh mencapai 1000 mOsm/L jika durasi hanya beberapa jam. Durasi sebaiknya kurang dari tiga jam untuk mengurangi waktu kontak campuran yang iritatif dengan dinding vena. Ini membutuhkan kecepatan pemberian tinggi (150 – 330 mL/jam). Vena perifer yang paling besar dan kateter yang sekecil dan sependek mungkin dianjurkan untuk mencapai laju infus yang diinginkan, dengan filter 0.45mm. Kanula harus diangkat bila terlihat tanda dini nyeri atau kemerahan. Infus relatif cepat ini lebih relevan dalam pemberian infus jaga sebagai jalan masuk obat, bukan terapi cairan maintenance atau nutrisi parenteral.
6) Titrable acidityTitratable acidity dari suatu larutan infus tidak pernah dipertimbangkan dalam kejadian flebitis. Titratable acidity mengukur jumlah alkali yang dibutuhkan untuk menetralkan pH larutan infus. Potensi flebitis dari larutan infus tidak bisa ditaksir hanya berdasarkan pH atau titrable acidity sendiri. Bahkan pada pH 4.0, larutan glukosa 10% jarang menyebabkan perubahan karena titrable acidity nya sangat rendah (0.16 mEq/L). (13) Dengan demikian makin rendah titrable acidity larutan infus makin rendah risiko flebitisnya.
7) Heparin & hidrokortisonHeparin sodium, bila ditambahkan ke cairan infus sampai kadar akhir 1 unit/mL, mengurangi masalah dan menambah waktu pasang kateter (14,15). Risiko flebitis yang berhubungan dengan pemberian cairan tertentu (misal, kalium klorida, lidocaine, dan antimikrobial) juga dapat dikurangi dengan pemberian aditif IV tertentu, seperti hidrokortison. Pada uji klinis dengan pasien penyakit koroner, hidrokortison secara bermakna mengurangi kekerapan flebitis pada vena yg diinfus lidokain, kalium klorida atau antimikrobial (16). Pada dua uji acak lain, heparin sendiri atau dikombinasi dengan hidrokortison telah mengurangi kekerapan flebitis, tetapi penggunaan heparin pada larutan yang mengandung lipid dapat disertai dengan pembentukan endapan kalsium.
8) In-line filter In-line filter dapat mengurangi kekerapan flebitis tetapi tidak ada data yang mendukung efektivitasnya dalam mencegah infeksi yang terkait dengan alat intravaskular dan sistem infus (16).

KESIMPULANFlebitis masih merupakan masalah lazim dalam terapi cairan, ketika kita memberikan obat intravena, terapi cairan rumatan serta nutrisi parenteral. Berbagai faktor terkait dan faktor-faktor predisposisi meliputi usia lanjut, trauma, ukuran kateter besar, diabetes, infeksi, hiperosmolaritas, pH, teknik aseptik yang jelek dll. Klinisi harus memikirkan sebab-sebab multifaktor ini dan melakukan pemantauan ketat untuk mencegah dan mengatasi komplikasi serius.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar